Kamis, 26 Januari 2012

Empat Penjara Hati

Oleh: Muhsin Hariyanto
Seorang lelaki dengan wajah tertunduk lesu berjalan meninggalkan ruang sidang, ketukan palu "Sang Hakim" telah mengantarnya pergi jauh dari kebebasan, ia akan segera menikmati hari-hari panjangnya di "penjara".

Ini adalah gambaran keseharian dari sebuah peradilan, gambaran keseharian dari sebuah fenomena kehidupan sosial yang mulai terkontaminasi oleh kuman-kuman kehidupan.

Ada kalanya keahlian berkelit dari "Sang Tersangka" melepaskannya dari jeratan "penjara" jasmani, namun "Sang Pelaku" tidak akan pernah lepas dari Empat "Penjara" Hati.

Penjara Pertama adalah: "Jail of Hatred (Kebencian.

Ketika hati kita dipenjara oleh kebencian kita akan cenderung menjadi 'ganas' (buas), ada luapan emosi yang membara, tak terkendali, dan tinggal menunggu waktu terjadinya letupan.

"Penjara" pertama ini membuat kita menderita lebih dari yang kita perhitungkan. "Penjara" ini malah membuat kita melukai diri sendiri dengan gambaran yang berulang-ulang di benak kita, gambaran dari sumber kebencian kita, gambaran yang sesungguhnya hanya dari alam "maya", dari alam bawah sadar kita. Ada sakit yang luar biasa, ketika seorang atau sesuatu yang kita benci melewati jarak pandang kita, radar 'ngilu' di hati segera berbunyi walau seseorang atau sesuatu itu tidak menyentuh kita sedikit pun, bahkan mungkin tak mengetahui keberadaan kita. Rekaman rasa sakit segera diputar berulang-ulang di benak kita, kita akan mengalami penyiksaan bathin berkali-kali untuk satu peristiwa yang sama.

Kala "penjara" ini menutup hati kita, kita akan menerima bola-bola lumpur yang siap kita lemparkan kepada mereka yang berada dalam list (daftar) "musuh". Ketika kita meluncurkan bola itu, ada dua hal yang mungkin terjadi. Pertama, yang dilempar tidak mengelak dan menerima bola lumpur itu sekaligus ikut menemani kita dalam perjara pertama atau yang kedua, ia mengelak bahkan tak pernah menganggap bola lumpur itu ada.

Dari dua alternatif di atas, yang pasti kita menjadi korban pertama dari bola lumpur itu, karena bola lumpur itu telah mengotori tangan kita, kita telah masuk ke dalam penjara itu dan teraniaya di sana.

Oleh berlalunya waktu dan penerimaan atas kondisi serta kekuatan memaafkan, "penjara" ini akan terbuka secara perlahan-lahan, kita akan dibebaskan kembali ke alam netral.

Penjara Kedua adalah: "Jail of Greed (Ketamakan)".

Ketika mata kita hijau, semua seakan tak pernah tercukupi, kita akan menjadi orang "termiskin" di dunia, kita cenderung akan mengambil bagian yang bukan menjadi hak kita, kita cenderung merampas hanya untuk memenuhi keinginan yang pada akhirnya tak akan pernah terpenuhi.

Kala "penjara" ini menutup hati kita, kita sepertinya terlahir sebagai raksasa dalam dunia kurcaci, tidak ada rasa kecukupan dalam segala hal, kerakusan membawa kita tidak pernah bisa menikmati hidup, selalu ada derita karena merasa tak pernah puas.

Mari kita lihat dunia nyata saat ini, berapa banyak orang yang ingin segera kaya, lalu setelah kaya 'pingin' lebih kaya lagi, padahal orang kaya tanpa kepuasaan sebenarnya adalah orang miskin yang punya banyak uang, fenomena inilah yang membuat kita sering mendengar banyak kasus korupsi yang mewabah bak penyakit menular.

"Penjara" kedua akan terbuka dan kita akan dibebaskan jika kita telah siap menerima keadaan, merasa puas (bukan pasif, tetapi aktif, dalam arti tidak tinggal diam) serta mensyukurinya apa yang didapatnya saat ini.

Penjara Ketiga adalah: "Jail of Jealous (Iri Hati)".

Ketika benih iri tertanam, kita cenderung tak pernah dapat melihat kebahagiaan orang lain, kita merasa tersaingi, 'ego' kita seakan terhina oleh keberhasilannya, ironisnya kita merasa menderita untuk kebahagiaan itu.

Kala "penjara" ini menutup hati kita, kita segera dikenakan kacamata yang membuat kita selalu melihat seolah-olah rumput tetangga selalu lebih hijau dari milik kita. Lalu kita pun merasa alam tidak adil terhadap kita, kita akan segera mempersalahkan sekelilingi kita untuk hal yang tidak kita dapatkan.

Yang mengejutkan malah terjadi pada saat kita mendengar kesuksesan orang yang bermil-mil jauhnya dari kita, apa yang kita rasakan pada saat itu sungguh ironis, kita malah merasa iri, padahal apa hubungannya dengan kita? Kadang-kadang malah tidak ada hubungan sama sekali dengan aktivitas kita, lebih parah lagi kita malah iri dengan teman kita sendiri, dengan saudara kita sendiri, dengan orang-orang yang kita kenal. Hasilnya, hanyalah penderitaan, ada perasaan tidak mengenakkan di hati kita.

"Penjara" ini akan terbuka ketika 'hati kita' menyadari atas ketidakkekalan (baik kesuksesan atau kegagalan), dan kita dapat menerima keberhasilan orang lain sebagai pemicu keberhasilan kita.

Penjara Keempat adalah: "Jail of Ignorance (Kebodohan)".

Kebocoran pengetahuan ini membuat kita melakukan tindakan-tindakan bodoh yang bukan hanya merugikan orang lain, tapi lebih terutama merugikan diri kita sendiri.

Kala "penjara" ini menutup hati kita, kabut kebodohan menyelimuti kita, membuat kita tak menyadari bahwa kita telah merusak diri kita sendiri, perlahan namun pasti kita terjerumus dalam jurang “ketagihan” yang luar biasa.

Bentuk yang paling sering kita lihat dalam kehidupan ini adalah kecanduan bahan-bahan narkotika, ketika kita terpikat olehnya, kabut kebodohan secara perlahan mengerogoti kita, kita kehilangan harta benda, kita kehilangan kesadaran, kita kehilangan persaudaraan, kita kehilangan segalanya, lalu apa yang kita dapat? Kenikmatan sesaat yang hanya bersifat semu, dan ketika kita kembali ke dunia nyata, sejumlah persoalan nyata telah siap menerkam kita, bahkan mungkin dengan kekuatan yang sepuluh kali lipat dari kekuatan semula.

"Penjara" ini membuat kita kehilangan akal sehat. "Merokok" merupakan contoh dalam bentuk sederhananya (sebelum berkembang menjadi kronis).

Lalu, "penjara" ini akan terbuka jika kita isi hati dan pikiran kita dengan pengetahuan-pengetahuan yang berguna, terutama pengetahuan "Moral dan Agama".

Keempat "penjara" ini ada dan terus ada di samping kita, kita hanya perlu menjaga hati ini agar tidak terpenjara di dalamnya. Benar kata AA Gym (Ustadz Abdullah Gymnastiar) dalam berbagai kesempatan: “Jagalah hati, jangan kau kotori. Jagalah hati, lentera hidup ini. Jagalah hati, jangan kau nodai. Jagalah hati, cahaya ilahi”

Akhirnya harus kita teriakkan dengan lantang dalam lubuk hati kita yang terdalam: “Janganlah berbuat kejahatan, perbanyak berbuat kebajikan, sucikan hati dan pikiran, itulah ajaran semua Guru”. Petuah-petuah ini mungkin akan membuat kita terhindar dari Empat "Penjara" Hati yang sangat kita khawatirkan memenjara diri kita sepanjang hayat!.

Selamat berlomba, dengan spirit: "fastabiqû al-khairât!"

(Dikutip dan diselaraskan dari tulisan Seng Guan CPLHI, Rabu, 01 Oktober 2008 dalam http://www.andriewongso.com/artikel/artikel_tetap/2028/Empat_Penjara_Hati/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar