Sabtu, 03 Maret 2012

MAMPUKAH KITA MENJADI ULAMA’?


Jika kita mendengar kata Ulama’ disebut-sebut, maka bayangan pertama yang biasanya muncul adalah “seorang lelaki tua yang berjenggot dan bersurban yang menjadi pimpinan di sebuah pesantren tradisional, bacaannya kitab kuning dan bijak tutur katanya serta baik perangainya”. Itu gambaran menurut kebanyakan masyarakat. Namun, apakah ulama’ selalu begitu?
Mari kita telusuri bersama makna ulama’ secara global dan karakteristik mereka. Sehingga nantinya kita dapat menilai diri kita, mampukah kita menjadi seorang ulama’. Selain itu, kita juga dapat memprediksikan tantangan yang akan dihadapi dalam mewujudkan cita-cita menjadi seorang ulama’.
Ulama’ adalah istilah yang diambil dari bahasa arab dan termasuk isim jama’ dari kata ‘alim (isim fa’il dari wazan ‘alima-ya’lamu) yang artinya orang-orang yang berilmu.
Kata ulama’ disebutkan dua kali dalam al-Qur’an, yakni dalam surat asy-Syu’araa ayat 197 (“Dan apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka, bahwa para ulama’ Bani Israil mengetahuinya?”) dan dalam surat Fathir ayat 8 (“dan demikian pula diantara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warna dan jenisnya. Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambaNya hanyalah para ulama’ (yaitu orang yang mengetahui kekuasaan dan kebesaran Allah). Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”).
Makna ulama’ menurut Zamakhsyari (seorang ahli tafsir) adalah yang mengetahui mengenai sifat Allah SWT, keadilan dan ketauhidanNya, sifat wajib dan mustahilNya. Maka mereka membesarkanNya dan membesarkan kekuasaanNya. Orang yang ilmunya bertambah maka  akan bertambah pula rasa takutNya kepada Allah SWT.
Dari makna tersebut maka dapat kita menarik kesimpulan bahwa ciri ulama’ adalah orang yang beriman dan bertakwa serta memiliki pengetahuan, terutama tentang ketauhidan, dan hukum-hukum syar’i. Sehingga Allah meninggikan derajat mereka sebagai pewaris para Nabi. Dan disebutkan pula bahwa para ulama’ itu adalah orang yang paling takut kepada Allah SWT (surat Fathir: 8).
Lalu bagaimana jika diantara kita ada yang bercita-cita menjadi seorang ulama’? Agama kita sangat mendukung cita-cita tersebut sebagaimana hadits Nabi “menuntut ilmu adalah kewajiban bagi kaum muslimin” dan hadits lain yang menyatakan bahwa sebaik-baik manusia diantara kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengamalkannya.
Nah, jika memang kita berkeinginan menjadi seorang ulama maka hendaknya kita senantiasa mencintai ilmu terutama ilmu-ilmu agama. Akan tetapi tidak hanya ilmu yang dibutuhkan, karena kuncinya adalah keimanan dan ketakwaan pada Allah SWT. Dan dalam perjalanan menuntut ilmu dan menjaga keimanan serta ketakwaan pastilah kita akan mendapatkan berbagai macam cobaan. Diantaranya adalah kemalasan, penyakit hati (seperti ujub, iri hati, dll), cinta dunia, terlalu konsumtif, hedonis, dan suka buang-buang waktu.
Cobaan-cobaan tersebut akan terus merongrong jiwa-jiwa para penuntut ilmu agar mereka segera berlari meninggalkan cita-cita mulia menjadi seorang ulama’. Maka kita hendaknya selalu memohon kepada Allah agar diberi keistiqomahan dalam ber-Islam dan belajar serta mampu menghadapi cobaan yang datang silih berganti. Diantaranya adalah dengan meluruskan niat kita untuk Allah semata, karena niat adalah pondasi dalam membangun harapan dimasa mendatang. Melatih diri untuk bersabar, sabar dalam belajar, beribadah, berbuat kebaikan dan sabar dalam mengahadapi tantangan zaman. Dan yang terpenting adalah kita belajar untuk dapat mengendalikan hawa nafsu agar kita tidak mudah tergoda dengan bujuk rayu syetan terhadap kenikmatan dunia.
Demikianlah beberapa uraian singkat mengenai ulama’ dan tantangan yang akan dihadapi jika kita bercita-cita menjadi seorang ulama’. Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa tidak selamanya yang disebut ulama’ adalah seorang tua yang berjenggot dan bersurban, karena esensi ulama’ adalah orang yang beriman dan bertakwa serta yang memiliki ilmu-ilmu agama yang sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.
Tulisan ini merupakan evaluasi bagi pribadi penulis dan semoga dapat menambah semangat bagi para pembaca untuk manjadi seorang ulama’. Wallahu a’lam.
=Binta=

2 komentar:

  1. sudah tau susah mash juga mau jadi ulama... ckckck, aneh aneh saja..

    ohya jalan-jalan ke ngaji online yaa akhwwatiyy..

    BalasHapus
  2. justru krn susah i2 qt hrz brani mencoba,
    msa' mw nyerah pd tantangan, kl' g'da yg mw nyoba' ntar sypa lg yg mw jd pnerus gnerasi ulama', apalagi ulama' putri yg cm' bsa d itung jari jumlahnya.haha,
    piye to mz Ngaji Online nie.. :D :p

    BalasHapus