Sabtu, 19 November 2011

SECERCAH IBRAH DALAM SEBUAH PERJALANAN

Subhanallah…
Sejenak ku terdiam seraya memuji-Nya. Ku buka jendela, terlihat gunung-gunung yang biru jika dilihat dari kejauhan, sinar mentari yang mulai terasa hangatnya menyentuh kulit yang lembab dari dinginnya malam. Udara pagi merasuk kesetiap rongga dalam tubuh, memberikan kesegarannya.
Rabbi..., inilah nikmatmu yang sering dilupakan oleh hamba-hamba-Mu. Padahal tak ada satupun nikmat-Mu yang dapat kita dustakan. Karena setiap hari, setiap detik, kita bernafas dengan udara-Mu, kitapun hidup dengan rizqimu, maka nikmat-Mu yang manakah yang dapat kita dustakan? Tak kan ada. Tapi tak sedikit dari hamba-Mu yang melupakannya, bahkan tak sadar dengan apa yang telah kau berikan.
           
Alhamdulillah…aku hanya bisa memuji-Mu. Sebagai rasa syukurku, tak lupa aku berdoa “ asbahna wa asbaha mulku lillah wal hamdulillah laa ilaaha illallah wahdahuula syariikalah lahul mulku wa lahul hamdu wa hua ‘ala kulli syaiin qadiir”.
Sejuknya pagi ini..
Inilah suasana desa. Berbeda ketika ku berada di kota. Udara pagi yang segar sudah bercampur dengan dengan polusi dari asap kendaraan yang memadati jalan raya. Sehingga tak jarang budaya macet yang menjadi pemandangan, menghiasi kota metropolitan.
Tapi, ini adalah hari terakhirku di desa. Mau tak mau aku harus kembali ke kota. Meski terasa berat kaki melangkah, tapi untuk secercah ilmu aku harus kembali. Karena aku tahu, hanya dengan ilmu aku



bisa menempatkan diriku dimana saja aku berada. Dihargai, dihormati, dipandang, tapi itu bukan tujuan utama yang kucari. Yang kucari adalah jati diriku. Bagaimana aku bisa bermanfaat untuk diriku, keluarga, dan orang lain. Bagaimana aku dapat menjalankan tugasku sebagai manusia dengan kelebihan dan kekuranganku. Bagaimana aku bisa terus berusaha untuk kehidupanku di dunia dan mencari bekal untuk kehidupan akhirat.

            Aku bersiap-siap karena pukul 8 pagi aku berangkat. Beratnya ketika ku pamit. Mencium tangan ibu, menatap wajahnya yang teduh meskipun garis-garis keriput mulai terlihat diwajahnya.. tapi senyumnya memberikan semangat untuk ku, mengantarkan disetiap langkah kakiku. Juga doanya yang senantiasa menguatkan diriku. Ku tahu kedatanganku selalu menjadi penantiannya.
Adik-adikkupun turut ikut mengantarkanku sampai kedepan pintu rumah. Meski mereka tidak tahu hendak kemana aku pergi. Yang mereka tahu adalah aku akan pergi dan akan kembali. selalu terucap dari bibir mungil adikku yang paling kecil “ kalau nanti kakak pulang, bawa permen ya ka…” dan aku selalu membalasnya dengan tersenyum. Tak lama, aku pamit. Ucapan salam adalah ucapan terakhir dariku. “aku akan segera kembali”, bisik hatiku.

***
            Zaman memang sudah modern ya..ku langkahkan kaki sampai kemuka jalan dan tinggal menunggu mobil datang. Sebuah alat transfortasi yang dapat mengantarkanku cepat sampai tujuan. Tak lama kemudian mobil itu menghampirirku, akupun segera naik. Transfortasi ini melaju dengan cepat, sampai tak terasa ia sudah sampai di pertengahan kota. Ya Allah sebentar lagi aku sampai. Namun, Ternyata dugaanku benar. Banyaknya kendaraan di jalan raya, menjadikan macet yang panjang.    Padahal, tinggal beberapa jam lagi aku sampai ketujuan. Cucuran keringat terus menetes membasahi wajahku, sedangkan mobil hanya berjalan sedikit demi sedikit. Lama.. panas.. itu yang sekarang ku rasakan, ku berpikr dan merenung. Jika macet begini saja sudah terasa menyiksa, lantas bagaimana keadaan nanti di Padang Mahsyar? Berjuta-juta manusia dikumpulkan untuk dihisab, sedang jarak matahari hanya sejengkal dari kepala. Dan kita tak bisa menghindarinya. Lalu sampai tiba giliran kita untuk dihisab, berapa besarkah amalan kita? Surga ataukah Neraka?
           
Oh.. mungkin panasnya tak dapat kita bayangkan. Menunggu mobil ini kembali melaju saja begitu lama dan terasa melelahkan, apalagi menunggu banyak manusia yang dihisab hingga tiba giliran kita. Ya.. hanya orang-orang yang beriman dan bertakwa saja yang akan mendapatkan pertolongan pada hari itu.

Sekejap ku terbangun dari lamunanku, Alhamdulillah macet sudah usai. Akhirnya mobil yang membawaku ini kembali melaju dengan cepat. Terlihat di sebelah kiri jalan berkerumunan orang. Ku terkaget  ketika ku melihat ada mobil rusak yang terbalik juga 2 sepeda motor yang kelihatannya masih baru. Mungkin ini yang membuat jalan macet panjang,  terdengar di telingaku ternyata terjadi kecelakaan akibat dari seorang yang lalai. Seorang pemabuk yang mengendarai mobil dengan sempoyongan hingga akhirnya menabrak 2 sepeda motor dan mobil tersebut terbalik. Mayatnya tergeletak bergelimangan darah. Astaghfirullah..apa yang akan ia jelaskan nanti, dia meninggal sia-sia setelah berbuat maksiat dan mungkin belum sempat bertaubat.

Lumayan lama mobil berjalan, tiba-tiba ia berhenti lagi. Kenapa ya? Apa mungkin macet lagi?
Hmmm….ku lega ternyata hanya traffic light. Merah menandakan kendaraan harus berhenti, itu merupakan aturan lalu lintas yang harus ditaati. Namun, tak sedikit juga yang melanggarnya. Banyak kendaraan seperti motor, mobil bahkan bus yang menerobos begitu saja. Sama halnya dengan manusia ketika dia melanggar rambu-rambu  syariat islam. Padahal, dia sudah tahu betul bahwa itu merupakan sebuah kesalahan. Tapi banyak yang tak peduli meskipun dalam hatinya meyakini akan adanya hari pembalasan.

            Alhamdulillah tinggal satu belokan lagi aku sampai keasramaku, tempat persinggahanku. Meskipun tempatnya sederhana, tapi itu tak membuatku lupa untuk bersyukur. Karena di sinilah aku hidup, belajar, istirahat, belajar memahami, menghargai, juga belajar mandiri.
           
            Terlihat dari jauh sebuah bangunan yang bercat hijau, ku segera barsiap-siap untuk turun. Tak lama, ku menepuk pundak pak supir yang tepat berada di depanku. Mobil segera berhenti, akupun turun dan ku berikan upah sebagai rasa terimakasihku karena telah mengantarkanku  sampai tujuan.

            Inilah tempat tinggal sementaraku. Setelah pendidikanku usai aku akan kembali ke rumahku. Desa tercintaku.
Seperti halnya kita hidup di dunia ini. Dunia ini hanyalah tempat persinggahan yang fana. Tempat dimana kita mengumpulkan amal sebanyak-banyaknya, agar dapat menyelamatkan kita ketika kita kembali kepada-Nya.
           
           
***
                                                                                                                      -N-
                  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar